Sehat Tanpa HOAX
Jihan Fadilah Faiz
Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Media
sosial adalah media yang digunakan oleh individu agar menjadi sosial secara
daring dengan cara berbagi isi, berita, foto dan lain-lain dengan mudah dan cepat
(Rahadi, 2017). Saat ini media
sosial merupakan media komunikasi yang efektif, tranparansi dan efisien serta
memiliki peran penting sebagai agen perubahan dan pembaharuan. Penggunaan media
sosial sebagai jembatan untuk membantu proses peralihan masyarakat yang
tradisional ke masyarakat yang modern, khususnya untuk mentransfer informasi
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah kepada masyarakatnya. Sebaliknya
masyarakat dapat menyampaikan informasi langsung kepada pemerintah tentang
berbagai hal terkait dengan pelayanan yang diterima.
Dari beberapa pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa media komunikasi yang paling efektif adalah media sosial.
Media sosial merupakan media yang paling mudah dijangkau oleh semua orang,
sehingga siapapun dapat mengakses informasi dengan mudah. Kemudahan tersebut
dapat dimanfaatkan oleh siapa saja untuk menemukan ataupun menginformasikan berbagai
hal.
Dengan kemudahan dalam mengakses informasi, tak sedikit orang yang
memanfaatkan hal tersebut dalam hal negatif. Dewasa ini, kita sering mendengar
sebutan hoax di dunia maya. Hoax adalah usaha untuk menipu atau
mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta
berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu (Rahadi, 2017).
Salah satu contoh pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu
barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/ kejadian
sebenarnya. Definisi lain menyatakan hoax adalah suatu tipuan yang
digunakan untuk mempercayai sesuatu yang salah dan seringkali tidak masuk akal melalui
media online. Hoax bertujuan untuk membuat opini publik, menggiring
opini publik, membentuk persepsi juga untuk having fun yang menguji kecerdasan
dan kecermatan pengguna internet dan media sosial. Tujuan penyebaran hoax
beragam tapi pada umumnya hoax untuk disebarkan sebagai bahan lelucon atau sekedar
iseng, menjatuhkan pesaing (black campaign), promosi dengan penipuan, ataupun
ajakan untuk berbuat amalan – amalan baik yang sebenarnya belum ada dalil yang
intinya untuk menggegerkan masyarakat.
Kesehatan adalah kebutuhan dasar setiap
orang. Banyak informasi-informasi seputar kesehatan di internet. Ketika tubuh
terasa tidak sehat, searching di internet terkait masalah yang dirasa untuk mendiagnosis penyakit sangatlah mudah
bagi seseorang. Namun, terkait kesehatan masih saja banyak yang hoax. Tak sedikit orang yang mempercayai berita atau informasi
kesehatan tersebut palsu atau tidak. Dampak ke masyarakat pun sangat progresif.
Banyak oknum-oknum tertentu yang mengatasnamakan lembaga atau tokoh misalnya
kementrian kesehatan, sehingga masyarakat tersebut langsung mempercayainya.
Contoh konkrit dari penyebaran hoax
tentang kesehatan adalah “imunisasi itu haram, berdampak hingga kematian anak”.
Padahal berita tersebut tidaklah benar. Imunisasi memang menggunakan bahan yang
berasal dari zat yang haram, namun bahan tersebut tidak masuk ke komposisi
imunisasi. Bahan tersebut hanya dijadikan sebagai katalisator atau sebagai zat
yang dapat mempercepat laju reaksi namun tidak ikut bereaksi. Dapat diibaratkan
bahwa katalisator itu seperti panci yang digunakan untuk memasak air. Panci
sebagai katalisator dan air sebagai produk/ imunisasi, dapat dibayangkkan bahwa
panci tersebut tidak akan ikut masuk ke proses pemasakan hingga air mendidih. Bisa
dibayangkan bila tidak ada wadah/panci untuk memasak air, lalu bagaimana air
tersebut bisa matang? sehingga dapat disimpulkan bahwa panci yang mewadahi air
tersebut tidak ikut bereaksi namun hanya dijadikan sebagai media penampung
sementara, sehingga panci tersebut tidak menjadi komposis air yang mendidih.
Majelis ulama Indonesia (MUI) sangat
menganjurkan imunisasi, bahkan menghalalkan anak untuk di imunisasi. Salah satu alasan
MUI menghalalkan imunisasi karena belum adanya zat pengganti katalisator
tersebut. Para pakar farmasi masih mencari dan berusaha untuk menggantikan zat
katalisator yang dianggap haram oleh masyarakat. Selain itu, imunisasi
dihalalkan karena lebih banyak manfaatnya dibandingkan buruknya. Indonesia
merupakan negara yang tinggi angka penyakit infeksinya, bahkan Indonesia
mengalami double burden disease atau terdapat tren penyakit menular dan
munculnya penyakit tidak menular. Hal tersebut membuat para pembuat kebijakan
mengambil peran dalam pengentasan angka mortalitas dan morbiditas di Indonesia,
salah satunya dengan imunisasi.
Berita kematian anak meninggal setelah di imunisasi adalah hoax. Catatan
puskesmas terkait kematian anak banyak melaporkan bahwa kasus kematian anak
lebih banyak disebabkan oleh kasus diare dan ISPA. Hingga saat ini belum ada
kejadian anak meninggal karena di imunisasi, sehingga berita anak meninggal
sehabis diimunisasi adalah palsu. Dampaknya pun sangat intens bagi masyarakat
hingga mempercayai dan membuat prinsip untuk menolak imunisasi atau vaksin.
Dari beberapa pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa era modern
sangatlah rawan berita palsu. Mudah dan cepat adalah kelebihan media sosial,
sehingga banyak oknum tak bertanggung jawab dalam menyebarkan informassi palsu
tersebut. Masyarakat harus lebih berhati-hati lagi dalam membaca/mendengar informasi,
khususnya kesehatan.
Maraknya berita hoax seputar kesehatan di media sosial, mendukung
para akademisi berpikir untuk memberantas para oknum tak bertanggung jawab
dengan membuat alat pendeteksi berita hoax. Pembuatan alat pendeteksi
tersebut dimaksudkan untuk memaastikan apakah berita atau informasi yang
beredar palsu atau tidak. Cara ini merupakan cara yang tepat dalam memberantas
berita hoax, alat pendeteksi tersebut dapat dibuat dalam bentuk aplikasi
atau website resmi untuk memastikan berita yang beredar termasuk
golongan palsu atau tidak. Misalnya, cara melihat berita tersebut asli atau
palsu dapat dicek URL atau link yang ada kemudian memasukkan link tersebut ke dalam
bar yang ada dalam aplikasi/website resmi yang telah dirancang untuk
mendeteksi hoax, lalu menunggu hasil penginputan link tersebut sehingga
hasilnya dapat terlihat benar atau palsu.
Aplikasi atau website yang telah dirancang
tersebut dapat dijadikan dasar dalam memberantas oknum tak bertanggung jawab
dalam mengedarkan berita hoax. Oknum tersebut dapat dituntut secara
hukum bila terbukti mengedarkan berita hoax, seperti yang tertulis di pasal
28 ayat 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA)”. Hukum pidana yang tertuang dalam UU No.19 Tahun
2016 terkait pengedaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa benci
atau permusuhan, kebencian serta menimbulkan ketidakharmonisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dengan adanya alat
pendeteksi berita hoax dan apabila hukum yang ada dijalankan serta pemantauan/monitoring dari pemerintah, maka tidak akan ada lagi berita hoax khususnya
kesehatan yang beredar di masyarakat. Diharapapkan para pemangku kebijakan dapat segera membuat aplikasi atau website resmi terkait pendeteksi berita hoax dengan alasan dampak yang muncul sangat merugikan masyarakat.
Daftar Pustaka
Rahadi, Dedi
Rianto. 2017. Perilaku Pengguna Dan Informasi Hoax di Media Sosial. Jurnal Manajemen
dan Kewirausahaan. Vol. 5, No.1 2017.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
https://kominfo.go.id/content/detail/8863/penebar-hoax-bisa-dijerat-segudang-pasal/0/sorotan_media diakses pada 29 Desember 2018 pukul 12.15 WIB.
Komentar
Posting Komentar