cerpen remaja- Hanya dengan Dia 2



Eps. 2
“Begitu toh Irfan itu. Ganteng? Iya sih,tinggi pula. Tapi cuek,sayang banget.” Batin Tia. Sambil berjalan menunggu bis,dia melihat ke arah jam tangan yang dia kenakan. Waktu menunjukan jam satu siang,Tia merasa lelah sekali. Ia baru merasakan lelahnya menjadi guru,dengan jilbab hitam yang Tia kenakan---ia mengusap keringat di keningnya.
Panas,keringat membasahi kemeja putihnya. Ia tak tahan, Tia pun duduk di kursi tunggu halte. Tia melamun,ia memikirkan sesuatu yang menyebabkan ia tak niat menjalani kuliah ini.
“Alhamdulillah!!! Aku diterima di Universitas Bara. Yeeeyyy!!” teriak Tia saat melihat pengumuman di Koran. Ia melihat namanya di Koran itu,namanya tercantum di FKIP Biologi Universitas Bara. Universitas yang ia impi-impikan sejak SMP.
“Diterima? Jurusan?” Tanya Bunda Tia
“Di FKIP Biologi,yeeyyy. Aku ke Sumatra,yeeeyyyy!!” Tia semakin girang
“FKIP?? Kok FKIP?!” Tanya Bunda yang nada bicaranya agak meninggi
“iya FKIP Bun,anakmu ini diterima. Bunda senang kan?”
“kamu gak tau apa itu FKIP? Itu artinya kamu akan jadi guru, Tia!” jawab Bunda
“Iyatah Bun?? temanku menyarankan aku masuk FKIP Biologi. Karena aku pintar biologi katanya” jawab Tia polos
“kamu gak tanya dulu FKIP itu apa? ” Bunda mengintrogasi
“enggak Bun,soalnya aku terburu-buru saat mendaftar. Saat itu,pendaftaran akan segera tutup dan hari itu adalah hari terakhir pendaftaran. Aku gak tahu mau milih jurusan apa,temanku bilang pilih saja FKIP Biologi. Saat aku mendengar kata Biologi,aku tak berpikir panjang. Jadinya aku milih itu.” Jelas Tia.
 Tia bearasal dari keluarga berada,Bundanya seorang  wartawan yang bekerja siang malam. Ayahnya adalah dokter bedah yang tak pasti jadwal pulang. Dan Tia tak memiliki adik maupun kakak,ia dirumah hanya berdua dengan Bibi yang siap mengurusi pekerjaan rumah.
            “ya ampun Tia,bodohnya dirimu. Seharusnya kamu tanya dulu jauh-jauh hari sama Bunda. Kamu tahu kan? Guru itu gaji-nya sedikit. Kamu mau hidup susah?” Tanya Bunda sambil marah
            “Setiap aku menelfon Bunda,Bunda selalu bilang sibuk! Bunda juga salah! Harusnya Bunda lebih perhatian sama  aku, aku begini karena Bunda dan Ayah! Kalian gak pernah punya waktu untuk aku! Aku gak mau hidup susah,Bun!! Aku benci Ayah sama Bunda! Benciii!!” jelas Tia yang terbakar emosi kemudian pergi meninggalkan Bundanya. Tia mengurung diri di kamar,membanting pintu saat  masuk. Bunda yang melihat anaknya,hanya terdiam.
Tak lama kemudian,Hp Bunda bordering. “Iya pak,sebentar lagi saya kesana. Terima kasih” jawab Bunda saat mengangkat Hp-nya. Bunda tak bisa berkata apa-apa lagi,ia hanya bisa membatin “ya Allah,apakah ini takdir Tia?”. Bunda tak bisa berpikir panjang,dia hanya bisa menitip uang kepada Bibi untuk biaya Tia daftar ulang.
            “Bi? Kalau Tia sudah mendingan,kasih ini ya?” suruh Bunda sambil menyodorkan amplop yang berisi uang untuk Tia. Dan Bibi hanya bisa mengangguk sambil berkata iya.
            “Tia…. Sekarang terserah kamu. Kamu sekarang bisa nentuin pilihanmu sendiri. Bunda hanya bisa memberi kamu saran. Lebih baik kamu ikut tes lagi tahun depan ,dan pilih lah jurusan yang sesuai dengan kata hatimu. Tapi pekerjaan seorang guru sangatlah mulia, walau tak sebanding dengan upahnya. Bunda gak bisa nemani kamu, Bunda berangkat kerja dulu.” Jelas Bunda di depan pintu kamar Tia yang terkunci rapat. Tak lama kemudian,suara hentakan kaki Bunda tak terdengar lagi. Menandakan Bunda pergi kerja.
            “Neng..?! mau kemana? Mau naik bis gak?” sopir kernek mengagetkan Tia yang sedang memikirkan masa lalunya.
            “Eh, iya Mas. Ke gang Kasbun ya?” pinta Tia pada sopir kernek. Tia duduk di samping wanita Pegawai Negeri yang memakai baju hansip. Ia melihat bet di lengan atas pegawai itu.
“Pringsewu??! Jauh banget! Pegawai apa ya Ibu ini? Kayaknya guru deh. Ah..aku tanya saja ah” batin Tia. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya. Namun ketika ia ingin bertanya,ibu itu menyetop bis yang ditumpangi. “Apa benar aku akan menjadi seperti ibu tadi? Baju ibu tadi warnanya sudah hampir pudar, kulit sepatunya pun sudah mengelupas, dan tasnya??! Zaman dulu banget modelnya. Apa benar kata-kata Bunda? Ibu tadi seperti lagunya Iwan Fals yang umar bakri saja.---ah…aku labil” batinnya lagi.
Sesampainya Tia dirumah Bude, Tia mengucap salam lalu ke kamar dan merebahkan tubuhnya. Tia takut hal itu akan terjadi padanya. Ia memejamkan mata dan masa lalu itu pun datang lagi.
            “Bunda bukan ibu yang baik, De. Dia egois, aku harus bagaimana?” Tanya Tia yang sedang bersedih kepada Budenya lewat telepon.
            “Sabar Tia, mungkin ini memang takdirmu. Apa salahnya kamu menjadi guru? Toh kamu juga suka dengan pelajaran Biologi kan? Guru adalah pahlawan, Tia. Pelita penerus bangsa. Dari pada kamu menunggu tahun depan, kenapa gak kamu coba kuliah dulu? Mungkin kamu akan suka dengan dunia pengajar.” Jawab Bude diseberang telepon.
Jawaban tadi membuat Tia terbuka,ia sekarang sedikit yakin dengan pilihannya. Meski dia harus memilih dengan berat hati. Akhirnya Tia menutup teleponnya dan keluar kamar. Saat Tia ingin minum,Bibi memberi amplop. Ya,amplop berisi uang. Tia sudah tahu,dia juga sudah berencana untuk pergi ke Sumatra tempat Budenya lusa.
            “Bi,bilang Bunda aku  pergi ke Sumatra untuk kuliah. Dan sepertinya uang yang diberikan kurang untuk mencari kamar kos,bilang padanya juga untuk mengirim uang di rekening ku saja yaa” perintah Tia yang sudah siap dengan barang yang sudah disiapkannya dari kemarin malam  
            “Loh non,ko mendadak begini? Nanti Bunda marah loh. Non kesana sama siapa dan naik apa?” Tanya Bibi cemas
            “Gak kok Bi, Bunda gak marah kok. Kan Bunda sendiri yang bilang kalau aku bisa nentuin pilihan sendiri. Jadi ya ini pilihanku. Aku kesana sendirian dan naik pesawat. Aku pergi ya bi.” Jelas Tia
            “Tapi non,saya takut dimarah Bunda. Ntar non kenapa napa gimana?” jawab Bibi cemas
            “jangan takut bi, aku bisa jaga diri kok. Aku kan pintar karate. Jadi tenang aja. Dah ah,aku pergi. Assalamu’alaikum!” akhirnya Tia pergi meninggalkan kota asalnya. Ia memang wanita pemberani,dengan bekal ilmu karate---ia tak pernah takut dengan siapapun. Budenya tinggal di Lampung. Tia senang berlibur disana,berhubung kampusnya jauh dari rumah budenya,dia memutuskan untuk ngekos dekat kampus.
Tia pun tak kuasa menahan kantuk,akhirnya ia tertidur. Di dalam mimpinya,ia bertemu dengan ayahnya. Ayahnya berkata bahwa, “ayah akan terus mendukungmu. Meski ayah jarang pulang, namun ayah akan tetap menjadi ayah yang baik untukmu. Insya Allah minggu depan ayah akan berkunjung ke rumah Bude”. Di dalam tidurnya,Tia tersenyum puas. Karena sudah lama sekali ia tak berjumpa dengan Ayahnya.




Komentar

Postingan Populer