cerpen remaja-Hanya dengan Dia 6 (last)
Sore yang mendukung, tak terlalu panas dan tak terlalu dingin. Mereka berdua terlihat sangat bahagia. Melepas rindu yang tertunda. Berpegangan tangan penuh kasih sayang. Senyum yang membingkai wajah---membuat perjalanan semakin indah. Harmoniskah??!! Belum. Karena masih ada yang kurang.
“Tia… kamu sudah tumbuh dewasa. Wajahmu cantik sekali” puji Ayah
“Iya dong,aku kan memang cantik hehe. Sekarang Ayah sudah banyak tumbuh uban. Ayah sudah tua”jawab Tia sedih
“Jangan sedih… Ayah memang sudah tua. Umur Ayah pun sudah 50-an. Ayah akan tetap menyayangi mu kok…” jelas Ayah menenangkan
Mereka berdua saling melempar senyum. Saat melewati blok 5B,Tia melihat Angga!. Sejenak ia terdiam,Tia melihat ia berjalan ke arah mereka. Tia malu untuk menatapnya.Apa ini?? Ia tak tahu mengapa hati nya bedegup-degup. Darahnya mengalir deras,dan ia merasa ingin cepat pergi.
“Dokter??!! Kok ada disini?” Tanya Angga kaget melihat Ayah
“Loh… kamu kan pasien yang waktu itu. Siapa ya? Saya lupa nama mu” Ayah berusaha mengingat
“Saya Angga Dok. Sedang apa disini?” tanyanya lagi
“Oiya.. Angga! Baru ingat saya. Ini… saya sedang menjenguk putri saya” jelas Ayah sambil menunjuk ke arah Tia. Tia yang tadinya hanya menunduk—kini ia menatap langsung wajah pria itu,Angga.
“Kenalkan—ini putri saya,Tia. Tia—ini Angga.” Ayah memperkenalkan mereka.
Tia hanya bisa melempar senyum pada Angga. Begitu pun Angga. Tia semakin salah tingkah. Ia berusaha menyembunyikan rona pipinya yang memerah.
“Ada apa ini? Kenapa aku jadi begini?” Tanya Tia dalam hati.
“Ngomong-ngomong,mau kemana kamu Ga?” Tanya Ayah
“Mau kerumah Pak Somad. Jemput kawan saya Ridwan untuk pergi ke masjid” jelas Angga.
“Kebetulan sekali, Pak Somad adalah kakak ipar saya. Saya pun akan kesana. Kita bareng saja ya?” tawar Ayah
Angga pun meng-iya kan. Angga sudah tahu kalau Pak Somad adalah kakak Ipar nya. dan Tia adalah keponakan-nya. Dan informasi baru baginya adalah—Tia putri Dokter yang pernah menolongnya. Tia,Ayah dan Angga berjalan bersama. Tia mencoba untuk menyembunyikan perasaannya. Karena jika menyembunyikan perasaan suka pada orang lain---itu sama saja Jihad. Tia berdoa dalam hati agar setan tak menguasai hatinya.
“Ya Allah… bimbinglah hati ini. Alihkan lah pandangan ini. Dan jangan Kau biarkan setan memanfaatkan keadaan ku ini. Aamiin” batin Tia. Selama perjalanan,Tia tetap berusaha untuk fokus pada arah jalan. Mereka pun sampai.
“Assalamu’alaikum….” Salam mereka bertiga
“Wa’alaikumsalam…” jawab seisi rumah
“Udah siap Wan? Rapih sekali kamu” Tanya dan puji Angga pada Ridwan-- yang langsung keluar saat mendengar suara Angga.
“Hahaha… bisa aja kamu. Aku kan memang selalu begini. Loh… kamu udah ketemu paman ku??!!” Tanya Ridwan yang melihat Angga bersama dengan Ayah dan Tia
“Iya Wan… Angga ini dulu pasien paman,tadi paman bertemu dia di jalan. Kebetulan ia mau kerumah mu,jadi sekalian saja. Ngomong-ngomong,kamu mau ngapain jam segini ke masjid?” Jelas dan tanya Ayah
“Ooo gitu… aku sama Angga mau membersihkan masjid. Karena malam ini adalah malam Jum’at---jadi kami siapkan untuk acara pengajian nanti malam. Paman mau ikut?” Tanya Ridwan spontan
“Boleh…boleh… sudah lama juga paman tak bergotong royong membersihkan masjid. Ayo berangkat.” Jawab Ayah meng-iya kan.
Tia yang berdiri di samping Ayah hanya bisa tersenyum melihat keluarganya. Dan saat Ridwan mengajak Ayah,Tia merasa berat bercampur senang. Ia belum puas untuk berbincang-bincang dengan Ayah. Tapi karena itu merupakan amal—maka Tia memaklumi.
“Tia---kami pergi dulu ya? Apa kamu juga mau ikut? Tanya Ridwan lagi
“Eh.. enggk lah Kak. Nanti malam saja saat pengajian dimulai, dengan Bude dan Roida.” Tolaknya halus
“Baiklah,kami pergi dulu. Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam” jawab Tia
Setelah acara pengajian usai,satu keluarga itu pulang bersama. Hampir sempurna,Tia merasa senang. Meski tak sepenuhnya. Ia ingin sekali berkumpul dengan keluarga. Tertawa lepas saat berkumpul,menikmati hangatnya kasih saying Bunda,dan merasakan desir hangatnya pelukan Ayah.
“Tia… maafkan Ayah. Ayah harus pergi ke Riau pada mala mini. Besok sudah harus bekerja lagi.” Jelas Ayah di ruang tamu
“Loh yah?! Kok cepet banget? Apa gak besok saja? Ini kan sudah malam?” tunda Tia
“Iya Di,sebaiknya besok saja. Ini kan sudah malam” bujuk Pakde
“Maaf Tia… Ayah harus pergi. Karena jadwal terbang terakhir ke Riau hanya ada pada malam ini. Mas,bisa antar aku ke bandara tidak?” jelas dan tanya nya
“Ayah… aku tahu Ayah sibuk. Aku mengerti sekarang,aku pun sudah terbiasa dengan keadaan ini. Pergi lah Yah,aku tak apa. Aku hanya tak ingin kalau Ayah susah di hubungi. Mengingat Ayah sudah tua,banyak-banyak minum vitamin ya Yah? Agar selalu sehat. Dan jika bertemu Bunda,jangan sungkan untuk mengajaknya menjenguk ku” pinta Tia
“Baik sayang. Ayah akan berusaha membujuk Bunda bertemu dengan mu. Jangan pernah membenci Bunda mu. Jangan terlalu di ambil hati omongan Bunda. Dia sebenarnya sangat menyayangimu,dialah yang melahirkan mu. Berdoalah yang terbaik untuknya,ya? Di era globalisasi ini---pergaulan sudah tak baik lagi. Maka dari itu,kamu harus tetap dalam lingkaran keagamaan. Fokuskan kuliah dan agama,jangan berpacaran dulu. Boleh suka dengan seseorang,tapi jangan berlebihan ya Tia? Ingat pesan Ayah. Ini semua demi masa depan kamu,Ayah gak mau kamu ikut-ikut an. Jadilah dirimu sendiri. Ayah menyayangi mu Tia” Ayah memberi nasihat lalu memeluk Tia.
Keluarga pak Somad yang melihat kejadian ini,hanya bisa terdiam dan bersedih. Begitu kah rasanya jauh dari orang tua? Tia menangis di pelukan Ayah nya,ia tak ingin jauh dari Ayah. Sesampainya di bandara………
“Jaga dirimu baik-baik. Tingkatkan prestasi mu. Ayah yakin,kamu akan jadi yang terbaik Tia”. Ayah mencium kening Tia. Tia memeluk Ayahnya erat-erat,seakan ia menahan Ayahnya untuk tetap tinggal. Ayah nya pun pergi. Enam jam bertemu dengan Ayah adalah waktu yang paling berharga. Ia akan selalu mengingat waktu yang singkat itu. Khususnya pesan yang Ayah berikan.
------
“Dalam Tahajjud ku ini, aku mohon. Jaga Ayah dan Bunda,ampuni dosa mereka. Dan bantulah hamba untuk menjaga hati dan pandangan dari pria itu. Aamiin”
--the end--
thank you so much for being the readers
Komentar
Posting Komentar